Awalnya semenanjung Korea diperintah oleh Kekaisaran Korea hingga dianeksasi oleh Jepang setelah Perang Rusia – Jepang tahun 1905.
Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, Korea dibagi menjadi wilayah pendudukan Soviet dan Amerika Serikat. Korea Utara menolak ikut serta dalam pemilihan umum yang diawasi PBB yang diselenggarakan di selatan pada 1948, yang mengarah kepada pembentukan 2 pemerintahan Korea yang terpisah oleh zone demiliterisasi, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan.
Baik Korea Utara maupun Korea Selatan kedua-duanya mengklaim kedaulatan di atas seluruh semenanjung Korea, yang berujung kepada Perang Korea tahun 1950. Sebuah gencatan senjata pada 1953 mengakhiri pertempuran; namun kedua negara tersebut secara resmi masih berada dalam status perang, karena perjanjian perdamaian tidak pernah ditandatangani. Kedua negara Korea diterima menjadi anggota PBB pada 1991. Pada 26 Mei 2009, Korea Utara secara sepihak menarik diri dari gencatan senjata.
Perang Korea
-
Perang Korea adalah perang antara Korea Utara dan Korea Selatan yang dimulai pada 25 Juni 1950. Perang ini sempat berhenti sementara dengan gencatan senjata yang ditandatangani pada 27 Juli 1953. Konflik diakibatkan oleh pembagian Korea dan upaya kedua Korea untuk menyatukan kembali Korea dibawah pemerintahan mereka masing-masing. Perang ini menewaskan lebih dari 2 juta penduduk dan prajurit dari kedua belah pihak. Periode sebelum perang ditandai dengan konflik perbatasan pada paralel utara ke-38 dan upaya negosiasi pemilihan umum bagi keutuhan Korea.[ Negosiasi berakhir ketika Tentara Rakyat Korea menyerbu Korea Selatan pada 25 Juni 1950. Di bawah restu PBB, Amerika Serikat dan sekutunya mendukung Korea Selatan. Setelah serangan balasan Korea Selatan, tentara Cina mendukung Korea Utara, dan pada akhirnya mengarah kepada gencatan senjata yang hampir memulihkan kembali perbatasan awal antara Korea Utara dan Korea Selatan.
-
Sejak gencatan senjata tahun 1953, hubungan antara pemerintah Korea Utara dengan Korea Selatan, Uni Eropa, Kanada, Amerika Serikat, dan Jepang tetap tegang. Pertempuran dihentikan dengan gencatan senjata, tetapi kedua Korea secara teknis masih berada dalam keadaan perang. Baik Korea Utara maupun Selatan menandatangani Deklarasi Gabungan Utara-Selatan 15 Juni pada tahun 2000, ketika kedua pihak berjanji untuk mengupayakan penyatuan kembali dengan cara damai. Selain itu pada 4 Oktober 2007, para pemimpin dari Utara dan Selatan bergandengan tangan untuk mengadakan rapat puncak yang membicarakan pernyataan penghentian perang secara resmi dan mengukuhkan kembali prinsip non-agresi.
-
Abad ke-20
-
Korea Utara dan Selatan tidak pernah menandatangani perjanjian perdamaian dan dengan demikian secara resmi masih dalam status perang; hanya sebuah gencatan yang diumumkan. Upaya perdamaian disela oleh beberapa pertempuran kecil dan upaya pembunuhan. Korea Utara gagal di dalam beberapa upaya pembunuhan terhadap pemimpin Korea Selatan, dengan yang paling dikenal pada 1968, 1974, dan Pengeboman Rangoon pada 1983. Terowongan seringkali ditemukan di bawah Zona Demiliterisasi, dan perang hampir meletus akibat Insiden Pembunuhan Kapak di Panmunjeom pada 1976. Pada 1973, hubungan tingkat tinggi yang sangat rahasia mulai dilakukan melalui kantor-kantor Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden Panmunjeom dengan sedikit kemajuan.
-
Pada akhir tahun 1990-an, ketika Korsel mengalami transisi menjadi demokratis, keberhasilan Nordpolitik dan dengan diambil alihnya kekuasaan di utara oleh putra Kim Il-sung, Kim Jong Il, maka kedua negara untuk pertama kalinya mulai berhubungan secara terbuka, dengan Korsel yang menyatakan Kebijakan Sinar Matahari.
-
Abad ke-21
-
Pada 2002, Presiden Amerika Serikat George W. Bush menjuluki Korea Utara sebagai bagian dari “poros setan” dan “outpost of tyranny”. Hubungan tingkat tinggi yang pernah dilakukan pemerintah Korea Utara dengan Amerika Serikat adalah kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Madelein Albrigth, ke Pyongyang, Kore Utara, pada tahun 2000, meskipun kedua negara tidak menjalin hubungan diplomatik yang resmi. Pada tahun 2006, hampir 37.000 serdadu Amerika masih berada di Korea Selatan, meski sejak Juni 2009 jumlah ini berkurang menjadi sekitar 30.000 saja. Kim Jong-il secara pribadi menerima kehadiran tentara Amerika Serikat di Semenanjung Korea. Bagaimanapun, secara umum, Korea Utara sangat menuntut penarikan serdadu Amerika dari Korea.
-
Pada 13 Juni 2009, kantor berita Amerika Serikat, Associated Press, melaporkan bahwa sebagai tanggapan bagi sanksi-sanksi baru dari PBB, Korea Utara menyatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan program pengayaan uranium. Hal ini menandai bahwa untuk pertama kalinya, pemerintah Korea Utara mengakui di depan dunia bahwa pihaknya memang melakukan program pengayaan uranium Pada 5 Agustus 2009, mantan presiden Amerika Serikat, Bill Clinton bertemu dengan Kim Jong-il untuk menjamin pembebasan dua orang wartawan Amerika Serikat, Laura Ling dan Euna Lee, yang ditangkap karena memasuki Korea Utara secara ilegal. Pada 28 Agustus 2010 mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, berhasil membawa pulang seorang guru dan aktivis Amerika Serikat, Aijalon Mahli Gomes, yang ditangkap karena memasuki Korea Utara secara ilegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar